Sidang ITE Ketua KAMI Medan ‘Panas’, Hakim: Fokus Aja ke Materi Perkara, Koq Ditanyakan Hukum Acara

Sidang lanjutan ujaran kebencian

topmetro.news – Sidang lanjutan perkara postingan mengandung unsur ujaran kebencian atau penghinaan alias Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat Khairi Amri, selaku Ketua Grup WhatsApp (WA) Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) Medan dan rekannya sesama anggota grup, Wahyu Rasasi Putri berlangsung ‘panas’ di Cakra 2 PN Medan, Rabu (17/3/2021).

Setelah sempat tertunda karena tidak membawa surat tugas dari atasannya pekan lalu, Dr Edi Yunara SH MHum selaku ahli hukum pidana dari USU Medan akhirnya jadi memberikan pendapatnya di depan majelis hakim dengan ketua, Tengku Oyong.

Sidang Debat Kusir

Sempat terjadi debat kusir antara ahli hukum pidana dengan tim penasihat hukum terdakwa. Edi Yunara langsung dapat cecaran pertanyaan bertubi-tubi.

Tim PH terdakwa mempertanyakan tentang pendapatnya sebagai ahli hukum pidana yang menyatakan, perbuatan klien mereka telah memenuhi unsur tindak pidana ujaran kebencian ataupun penghinaan lewat chattingan di Grup WhatsApp (WA) Koalisi Aksi Masyarakat Indonesia (KAMI) Medan.

“Ada. Sebelumnya penyidik ada membacakan pendapat ahli Bahasa Indonesia. Ada diuraikan ujaran kebencian maupun penghinaan. Baru kemudian saya memberikan pendapat sebagai ahli hukum pidana,” tegas Edi Yunara.

Namun salah seorang anggota tim PH terdakwa tidak terima begitu saja. Dan malah menilai pendapat Edi Yunara sesuai BAP di Poldasu terkesan juga sebagai ahli Bahasa Indonesia.

Bahkan menurut tim PH terdakwa, dia bisa saja diadukan ke institusi berkumpulnya para ahli karena dinilai kurang profesional memberikan pendapat.

“Silakan saja,” timpalnya datar.

Interupsi JPU

Menyikapi hal itu, tim JPU dari Kejaksaan Agung (Kejagung RI) dimotori Arif Susanto didampingi JPU dari Kejari Medan Nur Ainun Siregar pun interupsi. Penuntut umum menyatakan keberatan dengan sikap tim PH, yang menurut mereka, tidak menghormati pendapat ahli yang mereka hadirkan di persidangan.

Klimaksnya, Hakim Ketua Tengku Oyong pun mengingatkan tim PH terdakwa agar fokus kepada materi perkara pelanggaran UU ITE yang menjerat klien mereka.

“Koq ditanya soal hukum acara pidana? Ke materi perkara UU ITE saja lah. Iya, tadi kan ahli sudah menerangkan dalam UU ITE tidak ada kata tertangkap tangan. Di KUHAPidana, ada,” timpal Tengku Oyong dengan nada tinggi.

Namun hal itu justeru bermakna lain oleh tim PH terdakwa. Majelis hakim mereka nilai membatasi hak mereka untuk memberikan pertanyaan kepada ahli hukum pidana tersebut.

“Silakan saja. Masih banyak lagi perkara lainnya yang mau disidangkan. Langsung aja saudara PH ke materi perkara. Ini koq mutar-mutar lagi tentang BAP di penyidikan. Ini di persidangan Pak,” timpal Tengku Oyong ketika salah seorang tim PH terdakwa juga menyatakan bisa saja melaporkannya karena terkesan kurang fair di persidangan.

Suasana Mencair

“Walaupun bukan ahli bahasa, tapi saya bisa memaknai. Unsur kebencian ataupun penghinaan (chattingan terdakwa di Grup WA KAMMI Medan-red) telah terpenuhi,” tegas Edi Yunara.

Suasana saling menghormati pun tampak mencair kembali. Setelah pemeriksaan dirinya sebagai ahli dinilai sudah cukup, Edi Yunara sembari tersenyum kemudian menyalami tim PH, tim JPU dan memberi sikap hormat kepada majelis hakim. Hakim pun menunda sidang hingga pekan depan.

Khairi dan Wahyu Rasasi Putri kena dakwaan dengan pidana berlapis. Primair pertama, Pasal 45A Ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Kedua, Pasal 14 Ayat (1) Lampiran Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Kedua, Pasal 14 Ayat(2) Lampiran UU Peraturan Hukum Pidana jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana. Atau ketiga, Pasal 160 KUHPidana jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Postingan (chat) terdakwa dalam Grup WA KAMI Medan di sela-sela menggelar aksi demonstrasi dua hari berturut-turut menolak pengesahan UU Omnibus Law, Kamis dan Jumat (9/10/2020) lalu antara lain. Gawat x ah… Wercok ini… Baru lagi saya dapat telpon mengingatkan,,, kalau KAMI dan PETA jangan turun aksi…. Paranoid ini saya pikir…

Bahkan melarang saya hadir ke sana… Saya jawab…. Kelen aja lah yang jangan kesana…. Aku kerja dan cari makan di gedung DPRD SUMUT sejak 2004…”

Istilah ‘Wereng Coklat’ atau ‘Wercok’ dinilai mengandung unsur penghinaan terhadap institusi Polri yang tengah mengamankan jalannya demo.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment